Pelita yang Kembali ke Pemilik-Nya: Mengenang Ustadz H. Hidayatu Rohman, M.Pd
Oleh : Rosyid Hanif Fauzi, M.Kom (Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bantul)
Rabu malam itu, 29 Oktober 2025, dunia kami seakan berhenti berputar. Sebuah pesan singkat di grup alumni Sekolah Sakinah menanyakan, “Benarkah Ust. Hidayatu Rohman telah berpulang?” Pertanyaan sederhana itu sontak merobek hati dan menyebarkan rasa lemas yang luar biasa. Istri saya yang terbaring di sisi langsung terisak, tak percaya.
Kontras dengan kabar gembira sore harinya, yang menyebutkan kondisi beliau sudah membaik dan dipindahkan ke bangsal, berita ini adalah sebuah pukulan telak. Kami mencari pegangan pada seutas benang tipis yang disebut “mungkin salah.” Kontak segera diarahkan kepada Pak Yadi, sahabat beliau dari Code Trirenggo, penjual bakmi yang diyakini masih terjaga. Dari sanalah, kebenaran itu merangkak, mencekik setiap denyut nadi: Ustadz Hidayatu Rohman telah berpulang ke haribaan-Nya.
Kabar duka itu menyebar bak api di padang kering, memenuhi linimasa dan jejaring komunikasi. Ustadz H. Hidayatu Rohman, S.Pd., M.Pd. sosok yang hangat kami sapa Pak Dayat wafat di usia 54 tahun.
Sosok yang Mengisi Kekosongan
Bagi saya, kepergian ini adalah kehilangan yang melampaui batas persahabatan. Saya kehilangan seorang sahabat seperjuangan, sekaligus seorang “ayah” dan panutan yang tak pernah mengenal kata lelah untuk menebar kebaikan. Beliau adalah mata air hikmah, sosok yang selalu sedia meluangkan waktu untuk bertukar pikiran tentang berbagai aspek kehidupan, mulai dari strategi dakwah, hingga dinamika kehidupan.
Pak Dayat pribadi yang dengan tatapan meneduhkan, namun penuh ketegasan, meyakinkan untuk segera berani melangkah menuju akad. Keberanian itu adalah hasil bimbingan beliau, dan saktinya, kesaksian beliau menjadi penutup ijab qabul di hari paling sakral tersebut.
Ingatan ini membawa pada perjumpaan terakhir pada hari Sabtu, 20 September 2025. Beliau menyempatkan hadir ke rumah bersama istri dan putri tercinta membawa sekeranjang semangat dan doa sebagai cermin kasih yang tak bertepi. Sebuah suntikan kekuatan bagi saya yang baru pulang setelah 10 hari menjalani perawatan di RS PKU Muhammadiyah Gamping akibat diagnosa Stage IV Decubitus Ulcer.
Kunjungan itu terasa seperti sebuah perpisahan yang disamarkan. Sebuah hadiah terakhir dari seorang guru dan sahabat. Dalam proses pemulihan, harus menelan pil paling getir: tidak bisa hadir ke Code Trirenggo, tidak bisa mengantar raganya menuju peristirahatan terakhir. Penyesalan itu menjadi luka yang bernanah, sebuah janji perpisahan yang tak sempat tertunaikan.
Warisan dari Seorang yang Tak Kenal Kata Lelah
Perkenalan dengan beliau berakar jauh sejak masa kecil melalui ayah, rekan mengajar di SMA Muhammadiyah 1 Bantul (MUHIBA). Sosoknya memang selalu giat; perjumpaan di SMP N 3 Bantul, saat beliau datang membawa semangat untuk mempromosikan MUHIBA, menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Kedekatan intensif terjalin sejak 2008, ketika pencarian narasumber untuk mengisi Kuliah Subuh di masjid kampung membawa langkah kaki ke kediaman beliau. Sejak itu, beliau menjadi rekan yang tak terpisahkan dalam banyak kegiatan dan kajian, baik untuk remaja maupun umum. Diskusi ilmu juga sering dilakukan dalam Majlis Taklim Mitro Dikromo.
Kepribadian beliau yang hangat dan merangkul membuatnya mudah bergaul di semua kalangan. Beliau tak hanya ulung dalam bertutur, tapi juga hati yang mendengar, sehingga dakwahnya selalu hidup, menetes, dan merasuk. Beliau nyaris tak pernah menolak undangan untuk mengisi tausiyah atau kultum, seberapa pun jumlah jamaah yang hadir, selama jadwal tidak berbenturan.
Namun, sekitar dua hingga tiga tahun terakhir, cahaya itu mulai meredup. Kesehatannya menurun akibat tumor otak, penglihatan berkurang drastis. Mobilitas beliau terhambat. Meskipun demikian, di balik keterbatasan fisik itu, api dakwahnya tak pernah padam.
Visi yang Melampaui Zaman: Sang Pionir Media
Pada tahun 2018 interaksi kami semakin intens saat Pak Dayat menjabat Ketua Majelis Tabligh PDM Bantul, berkolaborasi dengan beberapa teman dari Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah mendirikan Sekolah Sakinah Muhammadiyah Bantul. Sekolah Sakinah lahir dari keterpanggilan nurani beliau yang sering mendengar curahan hati jamaah tentang permasalahan keluarga. Banyak rumah tangga karam karena kurangnya bekal keilmuan. Melalui Sekolah Sakinah, ilmu dan bekal mengarungi biduk rumah tangga diberikan. Sembilan angkatan telah dilahirkan, dan pada 23 Maret 2025, angkatan terakhir menjadi penutup kisah panjang perjuangannya.
Pak Dayat bukan sekadar ustadz; ia adalah pendakwah yang melampaui zamannya. Di saat banyak orang seangkatannya gagap terhadap media sosial, beliau justru menjadikannya ladang dakwah. Dari pengisi Radio Persatuan hingga YouTube, Facebook, Instagram hingga hingga TikTok, semua dimanfaatkan untuk menebar kebaikan. Beliau memahami bahwa zaman berubah, tapi nilai kebenaran harus tetap hadir di ruang yang baru. Visioner, rendah hati, dan berani menembus batas, itulah yang membuatnya begitu berbeda.
Sekitar bulan April 2019, menjelang Ramadan 1440 H menjadi salah satu saksi keistiqamahannya. Saat kami di Tim Kajian AMM Bantul menggagas program “Inspirasi Ramadhan”, beliau menjadi tumpuan semangat kami. Dengan peralatan seadanya dan pencahayaan yang jauh dari sempurna, beliau tak pernah mengeluh. Beliau tak pernah sedikit pun ngegol-goli (mencemooh) usaha tim. Yang diingat hanyalah suaranya yang menenangkan: “Mengko nek ora ono sik gelem, tak isine. (Nanti kalau tidak ada yang mau [mengisi], biar saya yang mengisi.)”
Dukungan terbesar lainnya terjadi pada pandemi Covid-19 tahun 2020. Saat kajian daring (online) mulai ramai, keinginan untuk meningkatkan kualitas layanan muncul. Namun, kepercayaan sulit didapat. Kisah kesulitan itu kemudian dicurahkan kepada beliau. Dalam pertemuan selepas acara Majelis Tabligh di SMK Muhammadiyah 1 Bantul (MUSABA) didampingi Ustadz Arief Rahman Anzarudin, S.Pd., Sekretaris Majelis Tabligh, beliau mendengarkan keinginan tim untuk membeli handycam dan PC. Tanpa kata-kata panjang, hanya anggukan tulus, beliau bersedia membantu.
Beberapa minggu kemudian, proposal kami terwujud. Dengan alat-alat itulah, kami dan tim berhasil membuat Kajian Live Streaming yang kami adakan dari rumah, Kajian Pendek Bahasa jawa “Pitutur Luhur” hingga pelatihan dakwah digital sebelum kami serahkan kepada penerus tim pengelola Kajian AMM Bantul.
Semangat itu tak berhenti di situ. Setelah tongkat estafet kajian diserahkan pada generasi berikutnya, kami kembali berkolaborasi bersama teman-teman Sekolah Sakinah melanjutkan perjuangan dengan membuat program SAKINAH (Serial Diskusi Pernikahan), sebuah kajian online melalui Zoom dan streaming YouTube, yang tayang perdana pada 1 Februari 2022. Untuk mengobati kerinduan pada Inspirasi Ramadhan, kami juga membuat program “Mutiara Sakinah”, yaitu video pendek berisi nasihat keluarga, ibadah serta kehidupan. Isinya diambil dari rekaman suara beliau dan beberapa narasumber lain, lalu dikemas dengan video ilustrasi dan teks agar lebih mudah dipahami. Video-video itu kemudian dibagikan di berbagai media sosial, supaya pesan kebaikan bisa terus menjangkau banyak orang.
Dari pesan-pesan pendek yang masih tersimpan online itu, nasihat beliau tetap mengalir, menyentuh hati, menuntun arah, dan menguatkan langkah siapa pun yang mendengarnya. Setiap kata terasa seperti jejak cahaya yang tak lekang oleh waktu, menembus ruang digital dan menyapa dalam kesunyian. Suara beliau terus hidup: lembut, meneduhkan, dan seolah berbisik, “Dakwah tak pernah berhenti, meski langkahku telah terhenti.”
Selain menjadi mercusuar bagi rumah tangga melalui Sekolah Sakinah, tangan dingin dan hati tulus beliau juga menjadi perantara takdir terindah bagi banyak jiwa. Beliau adalah arsitek cinta, sosok di balik Biro Jodoh Padi Melati yang telah dengan sabar, penuh kehati-hatian, dan kebijaksanaan mempertemukan banyak orang dengan belahan jiwanya, menuntun mereka hingga ke jenjang pernikahan yang suci.
Bagi setiap jiwa yang pernah bersentuhan dengan kehangatan beliau, Ustadz H. Hidayatu Rohman, M.Pd atau Pak Dayat akan selalu terukir abadi: sebagai guru ngaji yang sabar, sahabat yang tak pernah menghakimi, dan seorang “ayah” yang setia menuntun dalam gelap. Beliau adalah pelita yang menuntun langkah dalam gelap. Jasadnya telah berpisah dari raga, tunduk pada ketentuan Ilahi, kembali ke Sang Pemilik Cahaya. Namun, benih-benih ilmu dan tulusnya perhatian yang beliau tabur, kini telah tumbuh menjadi hutan yang rindang, menjadi naungan bagi banyak keluarga dan jiwa. Suara emasnya yang menasihati, senyumnya yang menguatkan, dan tangannya yang tak pernah lelah membantu, akan terus menggema dalam setiap langkah perjuangan.
Selamat jalan Sang Pelita. Istirahatlah dengan tenang.
“Kami melepaskanmu dengan air mata, tetapi memelukmu erat dalam doa. Semoga Allah SWT, dengan kasih sayang-Nya yang tak terbatas, mengampuni segala khilafmu, menerima setiap butir amal salehmu, dan melapangkan rahmat-Nya seluas langit dan bumi di peristirahatanmu. Semoga kami semua kelak dikumpulkan lagi bersamamu di tempat terbaik, di sisi-Nya.”
Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.

