Milad Muhammadiyah ke-113 dan Episentrum Perjuangan IMM Bantul
Fikri Haikal
Bidang Kader IMM Bantul Periode 2025-2026
Tanggal 18 November 2025 menjadi penanda bersejarah bagi seluruh warga Persyarikatan: Milad ke-113 Muhammadiyah. Peringatan ini diusung dengan tema utama yang selalu relevan, yakni “Memajukan Kesejahteraan Bangsa”. Tema ini bukan sekadar refleksi, melainkan penegasan ulang terhadap mandat historis Persyarikatan sejak didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912.
Kesejahteraan yang diusung oleh Muhammadiyah adalah kesejahteraan holistik, mencakup dimensi fisik (sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan) dan spiritual (ideologis dan moral), demi mewujudkan cita-cita khairu ummah (umat terbaik). Dan dalam upaya mewujudkan cita-cita ini, peran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai gerakan kader dan intelektual adalah esensial. Kami adalah garda terdepan yang mengawal kesinambungan ideologi dan memastikan Islam Berkemajuan terus bersemi di kalangan akademisi muda.
Dalam konteks kesejahteraan ini, tulisan ini mencoba mengangkat sebuah perjuangan yang mungkin luput dari perhatian pusat, sebuah episode dakwah yang sarat tantangan, namun sangat strategis: Perjuangan IMM Bantul di Kampus Non-PTM. Perjuangan ini menuntut kita merenungkan kembali makna kemandirian dan kesejahteraan kader dalam bingkai gerakan Persyarikatan yang telah berusia lebih dari satu abad.
Membawa Matahari di Medan Jihad Kampus
Posisi Pimpinan Cabang IMM Bantul sangat unik dan menantang. Berbeda dengan sebagian besar cabang IMM di Indonesia yang pergerakannya ditopang oleh Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Pendidikan Tinggi (PTM/A), mayoritas komisariat kami berjuang di kampus-kampus yang bukan merupakan bagian dari Persyarikatan.
Kader-kader kami tersebar di UPY/PGRI Yogyakarta, ISI Yogyakarta, AMA Yogyakarta, Alma Ata Yogyakarta, dan StiKes Surya Global. Secara geografis, Bantul merupakan daerah yang kaya dengan lembaga pendidikan tinggi. Inilah yang menjadikan kami duta ideologi Muhammadiyah di front terdepan dakwah kampus. Kami berupaya memperkenalkan Muhammadiyah dengan Islam Berkemajuannya, kepada mahasiswa dari berbagai latar belakang, yang mungkin belum pernah bersentuhan dengan Persyarikatan.
Kehadiran kami di kampus Non-PTM adalah upaya konkret menerjemahkan semangat dakwah inklusif dan tajdid (pembaharuan). Kami adalah perpanjangan tangan Persyarikatan, mengisi ruang-ruang dialog, kepemimpinan, dan intelektual di kampus-kampus yang memiliki corak dan ideologi yang beragam. Tanpa kehadiran IMM, ruang-ruang ini berpotensi diisi oleh gerakan lain yang mungkin memiliki corak keislaman yang berbeda dari spirit wasathiyah (tengahan) yang dianut Muhammadiyah.
Dilema Kesejahteraan Kader dan Spirit Kemandirian
Muhammadiyah selalu dikenal dengan semboyan legendaris: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah“. Semboyan ini melahirkan etos kemandirian yang mengakar. Sejak awal berdirinya, para pendiri Persyarikatan (seperti K.H. Ahmad Dahlan dan para saudagar Islam) telah berkorban harta benda untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan, tanpa menggantungkan diri pada pihak lain. Kemandirian adalah pilar yang membuat Muhammadiyah kokoh.
Etos kemandirian ini juga menjadi semangat kami di IMM Bantul. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami harus berinovasi dan tidak boleh bergantung. Namun, di sinilah letak dilema yang kami rasakan: Minimnya dukungan finansial untuk Kaderisasi Ideologi seringkali menjadi hambatan krusial.
Kami mengakui dan sangat berterima kasih atas bantuan yang selama ini diberikan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul. Dukungan PDM merupakan penopang utama dan nafas bagi kami untuk terus bergerak. Akan tetapi, ada rasa tidak enak dan tanggung jawab moral untuk tidak terus-menerus bergantung. Kami sadar PDM juga memiliki tugas berat mengurus AUM dan majelis lain.
Kami, sebagai kader, dituntut untuk mandiri dan inovatif, tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa:
Pertama, Potensi Tidak Termaksimalkan: Kader IMM Bantul memiliki potensi intelektual dan ghirah yang tinggi, didukung dengan latar belakang keilmuan yang sangat beragam (seni dari ISI, kesehatan dari StiKes, ekonomi dari UPY, dsb.). Namun, potensi ini tidak dapat dimaksimalkan karena dukungan finansial terlalu minim atau fasilitas terlalu sedikit opsinya untuk menunjang kegiatan besar yang berdampak luas.
Kedua, Kualitas Acara vs. Keterbatasan: Kami tetap menjalankan agenda kaderisasi (seperti DAD, Baitul Arqam, dan pengajian ideologi) dengan seadanya. Kami selalu fokus pada konsep acara dan dampak ideologis sebagai tujuan utama. Namun, dalam konteks menyelenggarakan event yang baik, ada rasa tidak rekomendasi ketika kami harus menyajikan konsumsi atau fasilitas seadanya bagi peserta, terutama saat mengundang narasumber. Kualitas output ideologi memang terjamin, tetapi kualitas layanan (kesejahteraan) bagi peserta menjadi pertimbangan yang membuat kami harus menahan diri untuk melakukan acara yang lebih ambisius.
Inilah tantangan yang harus kami hadapi: berjuang untuk mandiri, tetapi pada saat yang sama, menyadari bahwa kualitas pergerakan akan meningkat secara signifikan dengan support yang memadai.
Menuju Kesejahteraan Kader
Milad ke-113 Muhammadiyah dengan tema “Memajukan Kesejahteraan Bangsa” harus dilihat sebagai panggilan untuk memastikan kesejahteraan merata, termasuk kesejahteraan bagi gerakan kader yang berjuang di medan sulit.
Memajukan Dukungan dan Kesejahteraan Kader di IMM Bantul, khususnya dalam hal penyediaan dana ideologi dan fasilitas pendukung, adalah investasi paling strategis yang dapat dilakukan oleh Persyarikatan saat ini. Mengapa?
Pertama, Membuka Pintu Dakwah Kampus. Dukungan yang lebih kuat bagi IMM Bantul sama dengan membuka peluang besar-besaran bagi Muhammadiyah untuk memperkenalkan dan memperkuat basis ideologinya di kampus-kampus strategis Non-PTM. Setiap kader yang well-supported akan menjadi magnet yang lebih kuat.
Kedua, Investasi Jangka Panjang. Kader-kader inilah yang kelak akan menjadi profesional, birokrat, dan seniman Muslim Berkemajuan, membawa etos Muhammadiyah ke institusi mereka masing-masing. Mereka adalah aset masa depan Persyarikatan, meski tidak dididik di bangku PTM.
Ketiga, Mengukuhkan Kemandirian yang Sesungguhnya. Memberikan support awal yang memadai bukan berarti memutus kemandirian, melainkan memperkuat fondasi kemandirian itu sendiri. Dengan bekal yang kuat, kader akan lebih leluasa berinovasi dan menciptakan sumber daya (dana dan kader) yang lebih mandiri di masa depan.
Perjuangan kami di Bantul adalah refleksi nyata bahwa Muhammadiyah harus hadir di mana pun potensi umat berada, tidak terbatas hanya pada AUM-nya saja. Oleh karena itu, dalam semangat Milad ke-113 ini, kami menyerukan kepada seluruh komponen Persyarikatan, dari PP, PWM, PDM, hingga Majelis/Lembaga terkait, untuk melihat perjuangan kami sebagai bagian integral dari cita-cita besar Memajukan Kesejahteraan Bangsa. Kesejahteraan kader adalah fondasi kesejahteraan ideologi, dan kesejahteraan ideologi adalah prasyarat bagi kesejahteraan bangsa. IMM Bantul siap menjadi garda terdepan dakwah kampus. Mari kita rawat kesejahteraan kader, demi meluaskan jejak Islam Berkemajuan di seluruh penjuru negeri.

